16 Januari 2008

Menghafal Al Qur'an Itu Mudah Lho!

Surprise dengan judul di atas? Bukan bermaksud meremehkan sesuatu yang rumit atau mengecilkan sesuatu yang besar. Saya cuma mau cerita pengalaman hari ini yang begitu berkesan sampai-sampai muncul judul di atas.

Semuanya ini bermula dari cerita seorang teman sekelas saya di MU. Namanya Nurul Fajri. FYI, sebelum belajar Bahasa Arab, Nurul sudah menamatkan program Tahfizh (menghafal Al Qur'an) di MU. Sehingga saat bergabung bersama siswa-siswa Bahasa, Nurul sudah mendapatkan gelar Al Hafizh.

Suatu hari, Nurul bercerita tentang cara mudah menghafal Al Qur'an. Dia bilang, jangan langsung mulai menghafal tapi perbanyaklah tilawah terlebih dulu. Nurul memberi contoh: hari pertama 5 juz, hari kedua 10 juz, hari ketiga 15 juz lalu ulangi lagi. Lakukan terus menerus selama beberapa waktu sampai kita terbiasa. Setelah itu barulah mulai menghafal. Cara ini bertujuan agar kita terbiasa dengan isim (noun), fi'il (verb), hurf, dan susunan kalimat dalam ayat-ayat Al Qur'an. So, saat kita mulai menghafal, kita nggak kesulitan mengingat ayat-ayat yang sedang ditarget.

Cara ini saya pakai saat mulai menghafal 3 surat di juz 29, yaitu Al Haqqah, Al Ma'arij, dan Nuh. Dari awal Januari sampai tanggal 15 kemarin, saya berulang-ulang membaca ketiga surat ini agar mudah menghafalnya. Dan itu terbukti hari ini.

Pelajaran pertama hari ini adalah Tafsir. Tapi bukannya belajar Tafsir, Ustadz malah mengecek hafalan kami, khususnya hafalan surat Nuh. Berhubung saya memang belum hafal satu ayat pun, terpaksa deh saya menggunakan jam pelajaran untuk menghafal surat itu mulai dari ayat pertama. Kacau banget ya? Ini sih nggak ada bedanya dengan sistem SKS. Malah mungkin lebih parah. Jangan ditiru ya!

Tapi alhamdulillah, dalam waktu kira-kira 45 menit itu, saya bisa menghafal 10 ayat. Dan saya ingat banget, saat itu terasa enteng dan ringan saat menghafal. Mungkinkah ini efek dari seringnya saya membaca surat Nuh? Wallahu a'lam tapi satu hal yang pasti, cerita Nurul benar-benar bermanfaat. Subhanallah, semoga Allah Ta'ala memberi pahala pada Nurul karena bersedia sharing kepada saya.

So, kalau sekarang saya ditanya, "Susah nggak sih menghafal Al Qur'an?"

Jawabannya, "Nggak, gampang kok!"

Tapi jangan lupa untuk muraja'ah (mengulang-ulang). Karena hafalan Al Qur'an sangat gampang hilang kalau kita males/ lupa/ enggan muraja'ah. Dan saya rasa inilah bagian yang susahnya: muraja'ah hafalan.

Tapi bukankah tidak ada kesuksesan yang didapatkan tanpa kesulitan?

11 Januari 2008

Kita dan Ahmadiyah

Hari Kamis kemarin saya mengikuti acara tabligh akbar di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru. Penyelenggaranya Forum Umat Islam (FUI). Oratornya banyak, ada Ust. Mashadi (Ketua FUI), Ust. Amin Djamaludin (LPPI), KH. Abdur Rasyid AS (PP Asy Syafi'iyah), Ust. Ja'far Shodiq (FPI), Ust. Munarman (Ketua Tim Advokasi FUI), Ust. Hijrah (DPP HTI) dll. Temanya: Bubarkan Ahmadiyah.

Nama Ahmadiyah memang sudah lama saya dengar, akan tetapi fakta-fakta penting tentang gerakan itu baru saya ketahui dengan gamblang di acara kemarin.

Ada 3 poin yang jelas-jelas membedakan Ahmadiyah dengan agama kita:

1. Orang-orang Ahmadiyah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad (MGA) adalah seorang Nabi dan Rasul Allah.
Sementara kita tidak. Tidak ada Nabi dan Rasul setelah Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul Muthalib.

2. Orang-orang Ahmadiyah meyakini bahwa kitab yang dibawa MGA (namanya Tadzkirah) adalah kitab suci yang diwahyukan oleh Allah.
Sementara kita tidak. Kitab suci terakhir yang diwahyukan oleh Allah adalah kitab yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW bernama Al Qur'an.
FYI, isi Tadzkirah benar-benar berbeda dengan Al Qur'an lho. Ada perubahan urutan ayat. Jadi kalau dalam Al Qur'an urutannya misalnya ABCDEFGHIJ, maka dalam Tadzkirah urutannya diubah menjadi FBEGAHJCDI. Walau isinya nggak dirubah tapi merubah urutan jelas-jelas salah. Bukankah urutan yang sekarang ada di Al Qur'an adalah mutawatir dari Nabi Muhammad SAW?

3. Orang-orang Ahmadiyah tidak menyebut Nabi Muhammad SAW dalam syahadatainnya.
Sementara kita menyebut nama beliau. Urutan dan isi syahadatain adalah paket, tidak boleh ditambahi, dikurangi apalagi diubah.

Itu aja yang mampu saya ingat. Sebenarnya masih ada lagi tapi saya yakin 3 hal ini sudah sangat menjelaskan ke kita bahwa AHMADIYAH BUKAN ISLAM.

07 Januari 2008

Kerang Mutiara

Pagi tadi saya ketemu dan ngobrol-ngobrol dengan rekan sekampus saya di MU, namanya Akrom. Saya biasa memanggil beliau dengan sebutan Syaikh Akrom. Maklumlah, beda umur kami cukup jauh. Selain ngobrol-ngobrol ringan, seperti biasa, Syaikh menawari saya Majalah Suara Hidayatullah (SaHid) baru. Dan seperti biasa pula, saya membelinya. Alhamdulillah saya sudah hampir 1 tahun berlangganan majalah ini. Penjualnya? Tentu saja Syaikh.

Banyak artikel-artikel bagus di majalah ini. Tapi artikel yang mau saya ceritakan di sini (menurut saya) adalah artikel terbaik yang pernah saya baca. Kenapa?

Pertama, karena isinya sangat menggugah sekali. Sebuah artikel (lebih tepatnya mungkin testimoni) yang menceritakan perjalanan seseorang dari "bawah" sampai ke "atas". Benar-benar luar biasa menyentuh.

Kedua, karena saya sendiri pernah mengikuti pelatihan orang tersebut. Nggak banyak-banyak sih, cuma 2 kali. Waktu itu mau mulai tahun ajaran baru, 2007-2008, dan kantor saya mengadakan pelatihan guru dan seminar pendidikan dengan beliau sebagai pengisinya. Jujur saya katakan, saya puas dengan 2 pelatihan tersebut. Hati dan akal pikiran saya benar-benar tersengat. Subhanallah... kata-kata dan nasihat yang beliau sampaikan benar-benar berkesan.

Judul artikel itu adalah "Belajar Hijrah dari Jamil Azzaini". Ditulis oleh Deka Kurniawan dan kalau mau baca versi lengkapnya, beli aja majalahnya: SaHid edisi Januari 2008. Murah kok, cuma Rp. 16.000,-; lebih murah daripada voucher pulsa Esia yang tiap bulan saya beli. Kalau mau lihat di situs www.hidayatullah.com silakan aja, tapi pas tadi saya ke situs itu, entah kenapa artikel bagus ini belum ada. Atau sebenarnya ada tapi saya nggak tahu cara bukanya?

Di artikel itu disebutkan bahwa Mas Jamil saat masih kecil sudah memilih untuk menjadi kerang mutiara, bukan kerang rebus. Ini adalah pilihan beresiko tinggi karena ayah beliau sebelumnya memberitahu bahwa kerang mutiara adalah kerang yang merasakan sakitnya pasir saat ia membuka penutup tubuhnya. Tapi walau sakit, ia tetap sabar dan malah membungkus pasir tersebut hingga menjadi mutiara.

Cerita berlanjut. Karena sudah memilih menjadi kerang mutiara, mulailah cobaan demi cobaan hidup harus dijalani Mas Jamil. Di antaranya adalah:

1. Mencari sendiri uang untuk membayar SPP SMP-nya. Untuk ini, Mas Jamil bekerja sebagai pengambil getah dari perkebunan karet di PTP X. Gara-gara itu, aroma tak sedap kerap menempel di tangannya dan tidak bisa hilang walau sudah dicuci dengan sabun. Gara-gara itu pula teman-temannya di SMP sering meludahi (!) tangannya. Bahkan pernah ludah temannya itu mengenai wajahnya (!).

2. Menempuh jarak 23 KM untuk bersekolah di SMAN Way Halim, Bandar Lampung dengan menggunakan sepeda (!).

3. Mendapat penghinaan dari tetangganya hanya karena Mas Jamil dan ayahnya hendak meminjam uang Rp. 300.000,- untuk biaya keberangkatan beliau ke Bogor. FYI, lulus dari SMA di Bandar Lampung, beliau keterima kuliah di IPB Prodi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.

4. Terpaksa menumpang tidur di masjid kampus karena tidak bisa menyewa kamar kos sendiri. Atau beberapa kali menumpang di kos teman-temannya.

5. Seringkali hanya makan sekali sehari.

Saya yakin, sebenarnya ada lebih dari 5 cobaan Allah yang menimpa Mas Jamil dalam hidupnya. Tapi yang bisa saya sarikan dari artikel di SaHid itu cuma 5 ini.

Lalu asal tahu aja, sekarang ini Mas Jamil sudah menjadi orang sukses. Yah, minimal menurut saya lah. Beliau berhasil menamatkan S2-nya di Program Studi Magister Manajemen Agribisnis IPB, menjadi pengurus Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dan membangun lembaga edukasi Kubik Training and Consultancy. Hebat ya? Ternyata kelima cobaan di atas (plus cobaan-cobaan lainnya) telah berhasil membentuk Mas Jamil sebagai kerang mutiara.

Ibrohnya: tidak ada kesuksesan yang instan. Semua orang yang ingin sukses harus melewati ujian-ujian Allah sehingga akan jelaslah, apakah keinginan suksesnya itu asli atau palsu.

Semoga kita semua diberikan kekuatan dan kemampuan oleh Allah untuk melewati ujian-ujian-Nya. Amin.

Oh iya, insya 'Allah tanggal 8 atau 9 Januari 08 kita akan memasuki tanggal 1 Muharram 1429 H. Semoga kedatangan bulan Muharram tersebut mengingatkan kita akan semangat Rasulullah dan para sahabat untuk berani meninggalkan Mekkah demi sebuah nilai agung: Islam. Amin.

05 Januari 2008

Fokus Dalam Hidup

Hari ini saya membaca sebuah artikel yang bagus banget di situs komunitas tangan di atas (TDA). Judulnya: Bisnis Online VS Penghasilan Online oleh Bang Jonru (www.jonru.net). Teman-teman bisa buka di http://tangandiatas.com/?page=article&kat=62&id=88.

Di artikel bagus itu, ada satu kalimat yang amat berkesan bagi saya, yaitu: "saya harus fokus, karena setiap pebisnis yang ingin sukses memang harus fokus".

Fokus. Ya, itulah kunci sukses seorang pebisnis. Dan saya yakin itu bukan cuma untuk pebisnis. Untuk para 'ulama', ustadz, mahasiswa, pelajar, guru, karyawan, bahkan tukang parkir sekali pun. Tanpa fokus, kita hanya akan sibuk kesana kemari tanpa hasil yang memuaskan.

Itu pula yang saya alami sekarang. Saat ini saya belajar di tingkat Mustawa Tsani (tingkat kedua) di MU. Sayangnya, terhitung sejak awal semester sampai sekarang, saya kehilangan fokus dalam belajar. Sibuk kesana kemari. Akhirnya saat sudah menjelang UAS seperti sekarang, saya mulai panik. Bayangkan, UAS dimulai tanggal 4 Feb 08, saya masih banyak blank-nya. Padahal begitu banyak kaidah-kaidah Bahasa Arab yang harus saya fahami dan hafalkan. Belum lagi hafalan Qur'annya. Denger-denger dari teman-teman di MU, kami harus setor hafalan dari surat Al Mulk sampai Nuh. Itu artinya, 5 surat! Sementara saya baru hafal surat Al Mulk dan Al Qalam. Itu pun sudah lupa lagi.

Memang sih, ini bukan berarti dunia akan kiamat. Masih ada waktu kira-kira 1 bulan lagi. Masih ada waktu untuk "ngebut". Kalau pun nggak bisa 100%, minimal 70%-nyalah supaya bisa lulus dan masuk ke Mustawa Tsalits (tingkat ketiga).

Tapi yang pasti sih, untuk ke depannya saya haram lupa untuk fokus. Kecuali jika saya ingin gagal kuliah di IIUM tahun 2009.

Pengalaman emang pahit tapi itu juga obat yang mujarab. Semoga pengalaman saya ini jadi pelajaran (ibrah) bagi teman-teman.

01 Januari 2008

Tahun Baru 2008

Tidak terasa, kita sudah meninggalkan tahun 2007. Benar-benar g kerasa ya. Padahal ada 365 hari lho.

Bagi saya pribadi, ada beberapa hal mengesankan yang terjadi di tahun 2007 kemarin. Itu adalah:

1. Pernikahan saya dengan seorang gadis sholehah, baik hati, keibuan, rela berkorban, dan sayang ke saya, yaitu Nunuk Kurniati. Hari bahagia kami itu (Sabtu, 3 November 2007) adalah hari yang tidak akan pernah saya lupakan. Di hari itu, Allah mengizinkan saya menggenapkan separuh agama saya dengan lancar dan (hampir) tidak ada ganjalan.

2. Diterimanya saya di MU. Saat mengikuti replacement test, sebenarnya saya waswas lho. Khawatir hasilnya tidak sesuai harapan. Saya berharap belajar di MU mulai dari Mustawa Awwal (Tingkat Pertama). Tapi begitu melihat dan mengerjakan soal-soal replacement test, sadarlah saya bahwa kemungkinan besar saya diterimanya di Mustawa Tamhidi (Tingkat Persiapan), satu level di bawah Mustawa Awwal. Alhamdulillah Allah mengabulkan harapan saya. Saya diterima di Mustawa Awwal. Subhanallah.

3. Semakin mantapnya niat saya untuk melanjutkan kuliah di IIUM jurusan FUF. Insya 'Allah jika lancar, saya akan kuliah mulai tahun 2009-2018. Mulai dari S1 sampai S3. Semoga dengan begini, saya bisa menjadi ahli di bidang FUF dan mampu mengoperasikan ma'had impian saya dengan baik.

4. Banyak menemukan buku-buku dan informasi terkait internet business, suatu model bisnis yang bisa kita operasikan dari mana pun dan kapan pun. Harapannya, bisnis ini bisa menunjang keinginan besar saya kuliah di IIUM.

Bagaimana dengan teman-teman?